Sejak dibuka dan diresmikan oleh Ibu Walikota Tri Rismaharini 3 Mei 2015 yang lalu, akhirnya saya punya kesempatan untuk mengunjungi Museum Surabaya walaupun tujuan awal bukan mampir ke Museum melainkan ingin melihat pameran Tunjungan Art 2015 yang digelar di ruang eksibisi Museum Surabaya.
Melihat perhelatan Tunjungan Art 2015 karena minimnya animo warga pada acara tersebut, membuat saya berbelok untuk masuk ke Museum Surabaya.
Kesan pertama saat masuk Museum Surabaya ini ternyata berbeda sekali dengan ekspektasi saya akan museum sebuah Kota. Sampai dalam hati, tidak adakah hal menarik dari Museum Surabaya ini. Loh kenapa kok sampai kayak gitu?
Entah apakah karena masih baru atau memang tidak digarap secara maksimal, apa yang ada di Museum Surabaya ini menurut hemat saya kesannya ala kadarnya. Asal bikin dan diletakkan saja di gedung tersebut. Sebagai Kota besar ke-2 di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya pastinya punya nilai historis yang tinggi dan pastinya memiliki peninggalan sejarah yang banyak dan layak untuk dipajang di Museum Kota Surabaya. Sayang hal tersebut tidak saya jumpai di Museum Surabaya.
Barang Koleksi Museum Surabaya cuman barang “Ecek-ecek.”

Ya, coba positif thinking saja dan masuk lebih dalam ke Museum Surabaya. Taraaa… Barang koleksi yang ditampilkan biasa saja. Barang “Ecek-ecek” yang menurut saya ini masih bisa kita lihat dengan mudah di sekitar kita tanpa harus masuk museum. Barang-barang tersebut seperti alat kesehatan, perlengkapan pemadam kebakaran, moda transportasi umum, meja kerja arsitek, dsb. Barang-barangnya ya mayoritas adalah barang kekinian.

Barang yang cukup tua di Museum Surabaya yang saya temukan hanya deretan buku dan manuskrip kuno tebal-tebal yang berisi catatan kependudukan dan entah buku catatan apa. Juga beberapa ada mesin ketik serta beberapa perlengkapan kantor jaman dahulu. Jujur saya bingung saat melihat-lihat koleksi di Museum Surabaya ini. Tidak ada informasi detail mengenai barang koleksi yang dipajang. Ini semakin membuat saya sebagai pengunjung susah untuk mencari hal menarik dari Museum Surabaya.
Dan mungkin karena tidak ada daya tarik yang ditemukan, saya melihat pengunjung yang berfoto dengan barang koleksi sampai melanggar larangan untuk tidak menaiki dan memegang koleksi museum. Ckckck…

Memang separah itu Mas Museum Surabaya? Ehmm.. Tidak juga sih.. Ada sedikit yang menarik yang bisa kita jumpai di Museum Surabaya ini, yakni kita bisa melihat bahkan menyentuh moda transportasi khas dan the one and only adanya di Surabaya yang kini sudah hilang, Mobil Angguna – seperti taksi (lebih ke bemo/angkot) namun tanpa AC, dan memiliki bentuk khas. Menarik kenapa? Yakin generasi kekinian Surabaya hanya bisa menyaksikannya di Museum Surabaya. Betul gak? Kalau saya mah dulu pas jaman masih unyu-unyu kecil pernah naik Angguna saat ke rumah Pak Lik yang di Surabaya.
Selain Angguna? Hmmm… Saya tidak menemukan hal menarik lain. Mungkin deretan gambar dan foto Walikota Surabaya dari jaman Kolonial Belanda jadi hal menarik lain selain Angguna. Minimal nambah wawasan siapa saja orang nomor wahid yang pernah memimpin pemerintahan di Kota Pahlawan.

Bisa jadi karena tidak cukup memiliki daya tarik ini membuat Museum Surabaya sepi pengunjung. Terbukti beberapa kali saya lewat depan gedung Siola di mana Museum itu berada, saya tidak melihat keramaian di sana, meskipun tengah digelar pameran atau acara.
Ini hanyalah sedikit pandangan saya saat berkunjung ke Museum Surabaya. Semoga apa yang saya tulis ini hanya karena Museum Surabaya ini masih baru, jadi koleksinya belum banyak. Dan semoga pemerintah Kota Surabaya benar-benar serius menggarap Museum Surabaya sehingga menjadi Museum Kota yang memiliki daya tarik untuk wisatawan lokal seperti saya dan wisatawan manca Negara.
Nah, kalau sampeyan pernah mampir ke Musesum Surabaya dan memiliki pengalaman atau uneg-uneg yang sama atau beda dengan saya, monggo di share di bagaian komentar postingan ini. Saya tunggu! 🙂
***
FYI saja, Museum Surabaya yang buka dari pukul 09.00-21.00 WIB ini menempati gedung yang dulunya banyak dikenal oleh masyarakat Surabaya sebagai Gd. Siola – Tunjungan Center. Dan dulu saya mengenall tempat ini sebagai tempat untuk mencari kaset PlayStation dan segela pernak-pernih yang berhubungan dengan konsol game besutan Sony tersebut. Jauh sebelum itu, saya mengenal tempat ini sebagai tempat di mana saya dapat dengan mudah menemukan dan membeli VCD Film Bajakan yang super komplit.
Terlepas dari berbagai hal yang kekinian tersebut, gedung Siola menyimpan nilai historis yang mengiringi perkembangan kota Pahlawan. Sampai sekarang, warga Surabaya dan sekitarnya mengenal Siola sebagai pusat perbelanjaan (Mall) pertama di Surabaya. Sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda berkuasa di tanah para pejuang ini. Maka tidak salah jika pemerintah Kota Surabaya menyulap gedung bersejarah ini menjadi Museum Surabaya.
masukny bayar gk mas
Hai Mas,
Masuk Mueseum Surabaya, GRATIS mas.
Loh, aku durung tau mrene cak Bodrex. Tapi kok sayang yo koyok gak menarik, opo mungkin museum iki dipersiapkan gawe 10-20 tahun mendatang. Kan barang-barange wes dadi barang antik toh nang taun semoni… 😀
Huehue… Bisa jadi… Bisa jadi…
Jik mending museum Nganjuk ya drex. Isine arca arca sing lumayan medeni. Wis tau tak posting ndik blogku sih. Enek boneka serem.