Pagi ini, saya asyik menyimak obrolan di Facebook Page Komunitas Sejarah “Surabaya Tempo Dulu”. Ada sesuatu yang membuat saya terarik untuk menikutin obrolan di sana, yakni perihal Jawa Pos yang menulis bahwa Jalan Darmo dulunya adalah landasan pacu dari Bandara Vliegveld Darmo. Tulisan tersebut dimuat di Jawa Pos edisi 17 Maret 2015 tepatnya di kolom Cekrik.
Memang kenapa dengan tulsan di Jawa Pos tersebut?
Facebook Page Surabaya Tempo Dulu (STD) ini merupakan FB Page dengan informasi yang menarik, mengungkap sejarah dan kondisi Kota Pahlawan Tempo Dulu yang disajikan dalam posting foto dan catatan-catatan yang menarik untuk di baca. Tetapi, pagi tadi saya ibuat tertarik stalking komentar posting salah satu pengguna Facebook di halaman FB STD, yang memberitahukan bahwa ada info yang salah yang diterbitkan Jawa Pos. Informasi yang menyebutkan bahwa Jl. Raya Darmo di Surabaya dulunya merupakan landasan pacu bandara Vliegveld Darmo merukapakan informasi yang salah kaprah alias tidak benar.
Benar saja, admin halaman FB Surabaya Tempo Dulu langsung memberikan klarifikasi dengan menaikkan catatan (Note FB .red) tentang bandara “Vliegveld Darmo” yang pernah diposting oleh salah satu pemirsa – sebutan untuk yang ngelike halaman FB mereka – serta membuat klarifikasi di Twitter @sbytempodoeloe.
Dari klarifikasi dan catatan yang diberikan admin Surabaya Tempo Dulu jelas bahwa dulu di Surabaya sebelum lapangan terbang Juanda ada, pada tahun 1900-an Surabaya sudah punya dua lapangan terbang, yakni lapangan terbang “Vliegveld Darmo” dan lapangan terbang Militer Moro Krembangan.
Lapter Vliegveld Darmo dibangun pada tahun 1920. Lokasi lapter ini berada di Komplek Makodam V Brawijaya, Gunungsari – Nah, bukan di Jl. Raya Darmo kan?. Lapter ini dikelola oleh KNILM “Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij” atau Maskapai penerbangan kerajaan Belanda sebagai keperluan komersial bagi pebisnis yang akan datang ke Surabaya.
Sedangkan Lapter Militer Moro Krembangan dibangun untuk keperluan militer. Lokasinya berada di daerah Morokrembangan, Surabaya yang lokasinya tidak jauh dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Lapter ini juga menjadi pangkalan utama dan markas besar penerbangan AL pemerintah Hindia Belanda (Marine Luchtvaart Dienst) tahun 1925.
Setelah kemerdekaan dan karena frekuensi penerbangan sipil dari dan ke kota Surabaya semakin tinggi, dimulailah pembangunan Bandara Udara di daerah Waru pada tahun 1956. Pembangunan bandara Juanda selesai pada tanggal 12 Agustus 1964 yang secara resmi dibuka oleh Bung Karno (Presiden RI) diberi nama Lanudal Djuanda.
Dari sedikit info sejarah perlapangan terbang di Surabaya di 4 paragraf di atas sangat jelas bahwa tak ada catatan sejarah yang mengatakan bahwa Jl. Raya Darmo bukanlah landasan pacu seperti yang diinfokan Jawa Pos dalam kolom Cekrik-nya.
Ingin followernya jelas dan tidak sesat informasi mengenai kondisi Tempo Dulu Jl. Raya Darmo, melalui Twitter @sbytempodoeloe memposting foto udara sekitar wilayah Rumah Sakit Darmo yang juga menunjukkan jalan Raya Darmo Surabaya di tahun 1938. Foto ini diambil admin Surabaya Tempo Dulu dari Buku The Importance of Java. Jelas sekali, tak terlihat pesawat parkir di sana. *cek foto berikut*
Nih, Foto Udara RS Darmo dan sekitarnya th 1938 dari Buku The Importance of Java. Tak ada landasan pacu di sana. pic.twitter.com/zngTqYxUpk
— Surabaya Tempo Dulu (@SbyTempoDoeloe) March 19, 2015
Admin Surabaya Tempo Dulu pun juga memposting foto udara dari Lapter Vliegveld Darmo lengkap dengan catatannya. Tampak di sana, lokasi lapangan terbang Vliegveld Darmo memang tidak terletak di Jl. Raya Darmo, tapi di daerah Gunung Sari dekat Yani Golf dan Pintu Air Gunung sari. *simak foto di bawah*
Lokasi Landasan pacu Vliegveld Darmo yg sebenarnya ada di Area Kodam V Brawijaya. Cek foto @SbyTempoDoeloe ini pic.twitter.com/CurjOlcrTm — Sparkling Surabaya (@sparklingSBY) March 19, 2015
***
Tak habis pikir, dari mana wartawan serta redaksi Jawa Pos mendapatkan informasi mengenai lapangan terbang Vliegveld Darmo ini? Dengan cara yang sederhana, Googling, di bagaian paling atas halaman pencarian ada situs Wikipedia yang memberikan informasi dengan gamblang mengenai Vliegveld Darmo. Disebutkan juga dalam postingan Wikimedia bahwa Vliegveld Darmo atau Lapangan terbang Darmo dibangun di masa Hindia Belanda di kawasan Goenoengsarieweg (“Jalan Gunung Sari”).
Sampai saya memposting ini, saya terus bertanya-tanya, bagaimana mungkin surat kabar nasional menerbitkan informasi yang tidak benar? Dari mana referensinya kok sampai bisa salah gitu? Sebagai Blogger yang juga menulis dan menerbitkan tulisannya di internet, ketika saya tidak paham sesuatu dan saya ingin menuliskannya di blog ini, terlebih dahulu saya mencari referensi dengan Googling dan atau baca Wikipedia.
Postingan ini saya buat karena saya terpanggil *halah* untuk ikut membantu meluruska info yang salah tersebut. Saya tidak ingin ketika nanti saya lagi Joging di CFD Jl. Darmo mendengar percakapan “Eh bangga loh, di jalan ini dulu banyak pesawat terbangnya.” karena literasi sejarah yang salah yang mereka dapat dari membaca info di surat kabar yang besar dan beredar di Surabaya tersebut.
Seperti yang kita tahu bersama, akhir-akhir ini masyarakat kita sangat gampang sekali dipengaruhi pemberitaan media massa. Mereka mudah percaya pada apa yang media massa beritakan. Tak mencari informasi lain, langsung terima dan percaya saja. Jadi, gak mau kan karena kesalahan satu media, sejarah berubah?
Terima kasih teman-teman Surabaya Tempo Dulu atas pencerahannya, semangat menginfokan sejarah Surabaya!
Kok bisa ya? Padahal segede Jawa Pos 🙁
yaelah, wartawanne gaptek mungkin drex. Gak takok google disik. Mungkin wartawane kudu diajak piknik drex. Ben atine jembar, pikirane gak sumpek hahahha
memang terkadang seorang wartawan mencari berita atau mengarang berita hanya untuk popularitasan sebuah media cetak yang di pegang saja
Betul, mas.. kita sebagau pembacanya yang harus pinter. Hehehe..
biasanya editornya gak ngecek lagi mas, soalnya puluhan artikel harus terbit sehari. Tapi ya salah tetep salah, kesalahan itu juga sering kok, apalagi yang berhubungan dengan fakta sederhana seperti nama jalan, lokasi, dsb. Bahkan kadang judul sama isi artikel gak nyambung.
yang terpenting mencerna informasi dulu sebelum mempublish atau menyebarkan apapun. 🙂
Ooo.. Gitu ya, mas.. Memang kita sebagai pembaca harus pinter-pinter menelaah berita yang ada, terlebih akhir-akhir ini pemberitaan media massa sering ngaco..