Sikap Berpolitik Seorang Frenavit Putra itu…

37
politics

politics

Hiruk pikuk Pemilihan Presiden saya rasakan semakin hari semakin membuat saya sedikit menghindari beberapa kanal media sosial yang ada. Ya, karena mayoritas topik yang diperbincangkan di kanal-kanal media sosial itu tak ayalnya sebuah pasar, ramai teriak-teriak menawarkan dagangannya, saling klaim bahwa barang dagangannya paling berkualitas, layak dipilih, dan dibeli.

Sejak awal ketika menjelang kampanye partai untuk Pemilu Calon Legislatif, melalui berbagai kanal media sosial yang saya kelola dengan tegas saya nyatakan bahwa saya tak berminat untuk membicarakan Politik, Partai Politik, apalagi menjadi “partisan”. Kenapa? Karena saya tidak begitu paham apa itu politik, malah dengan asal saya menganggap Politik itu “Poli = Banyak, Tik diambil dari kata Intrik” jadi Politik adalah banyak intrik. Sekali lagi ini hanyalah penafsiran asal saya saja.

Selain itu, berdasarkan pemikiran pendek saya, politik itu tak ubahnya “Kedelai” yang gampang sekali berubah. Pagi hari masi kedelai, sorenya sudah jadi tempe. Semoga paham yang saya maksudkan.

Meskipun sudah saya ungkapkan dari awal, bahwa di 2014 saya akan menjaga jarak dengan kata Politik bukan membuat saya benar-benar terhindar dari kata tersebut. Dengan pilihan untuk diam tersebut, diam-diam ada beberapa orang dekat menanyakan kepada saya mengenai sikap berpolitik saya. Kamu pilih siapa di PILEG 2014? Kamu Buzzernya si J atau P? Itulah dua dari beberapa pertanyaan yang saya terima beberapa waktu terakhir.

Lalu, apa jawaban saya saat banyak yang menanyakan hal tersebut? RAHASIA, dan saya akan katakan bahwa saya Warga Negara Indonesia Non-Partisan. Saya hanya partisan untuk urusan GADGET dan pemanfaatan Teknologi. Hihihi…

Tak puas dengan jawaban saya, dengan sok tahu (menurut saya) beberapa teman dekat mencoba memancing saya dengan beberapa statement seperti “Kok kamu cenderung dukung si J?” trus ada pula yang tegas menuduh saya pilih Golkar karena orangtua saya yang PNS jaman ORBA walaupun ibu saya aktif ikut muslimat NU. Bahkan terakhir, dugaan yang mengarahkan saya pendukung J semakin kuat akibat beberapa Tweet saya yang mengkritisi salah satu partisan PKS yang katanya luput memposting status Twitter.

Duh.. bukan seperti itu, itu hanya respons biasa, tak ada maksud untuk bullying atau apa. Murni hanya kurang pantas saja jika ada seseorang pengguna media dan dia adalah orang dekat serta dahulu saya menganggap dia adalah orang baik melakukan pembelokan informasi. Apalagi informasinya membuat orang yang membacanya berfikir dia menyudutkan pasangan capres. Ya meskipun tak jarang dia menyudutkan bahkan meremehkan capres lawannya. Tapi sudahlah. Intinya, yang saya lakukan saat itu tak ada hubungannya dengan dukung mendukung layaknya seorang partisan.

****

Sikap Berpolitik Saya.

Saya NON-PARTISAN, inilah sikap saya dalam berpolitik. Meski seperti yang saya ungkapkan di awal postingan ini, bahwa saya tak berminat untuk membicarakan Politik bukan berarti saya GOLPUT. Hal itu dikarenakan saya tidak seberapa memahami dunia Politik dan tidak cukup tertarik pada dunia politik, apalagi menjadi seorang PARTISAN. Sebagai warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP saya tetap menghargai Pesta Demokrasi di Indonesia dengan tidak Golput.

Kalaupun saya tidak memilih bukan karena Golput, melainkan lebih karena sistem pemilihan yang tidak ramah bagi manusia perantauan seperti saya. Jika sistem memungkinkan perantauan seperti saya bisa memberikan suara, saya akan datang ke TPS dan memilih.

Menurut pemikiran saya, berpolitik dan berdemokrasi tak hanya menjadi seorang PARTISAN yang IMHO cenderung buta dan menutup diri akan hal-hal baru yang lebih baik dari apa yang mereka yakini. Membatasi diri pada sebuah keyakinan dan menutup kesempatan untuk menemukan kebaikan-kebaikan lain, saya tidak ingin seperti itu. Tak sekedar “Cinta Buta” pada satu hal. Kalau ada yang baru dan lebih baik, kenapa tidak dan kenapa harus menutup diri.

Saya ingin bisa leluasa memilih dan memilah. Bukankah salah satu azas Pemilu adalah BEBAS? Sebagai bagaian dari Demokrasi kita mendapatkan jaminan untuk bebas memilih pemimpin kita. Tak harus Partisan, ketika mungkin pilihan di Pemilu sebelumnya sudah terbukti track recordnya buruk, sementara ada yang lain dan baik, bukankah saya bebas untuk memutuskan memilih yang lain denga track record lebih baik? BEBAS kan? Bebas..

Mengenai pilihan saya apa? saya jawab RAHASIA.. Lagi-lagi, ini berdasarkan azas dari Pemilu bukan?Biarkan saya dan Tuhan saja yang tahu siapa yang nanti akan saya pilih.

Jadi buat sampeyan yang gembar gembor akan pilih A, pilih B, Partisan A, Partisan B, apakah sampeyan lupa dengan dua Azas Pemilihan Umum yang diajarkan ke kita sejak SD dahulu? Jika lupa saya ingatkan lagi ya! Azas Pemilu: L.U.BE.R yang memiliki kepanjangan LANGSUNG, UMUM, BEBAS, RAHASIA.

Langsung, Pemilu 2014 sudah dilaksanakan langsung. Umum, Pemilu 2014 untuk umum, untuk semua warga yang tercatat sebagai warga Negara Indonesia yang sah. Bebas dan Rahasia??? *silahkan direnungkan dan dijawab sendiri.

14 KOMENTAR

  1. Eh bukannya JURDIL ya Fit? Jujur dan Adil? weheheh…

    iyo sih, pendukung militan capres A belum tentu dia mencoblos A, siapa tahu cuma mau untung saja pas kampanye haha..

    Nek pemesan vectorku, roto2 mesen jokowi. Urung nemu sing mesen Prabowo.

    • Jurdil itu asas setelah LUBER mas Ndop..

      Wiihh… kueren… orderan vectornya dari simpatisan JKW… 😀

  2. Bung Al, saya juga beberapa waktu lalu merenungkan tentang LUBER ini.
    Kira-kira begini;

    Di dalam TPS, seorang pemilih dilindungi dengan azas LUBER, dan satu diantaranya adalah RAHASIA: apa yang menjadi pilihannya, tidak diketahui oleh orang lain.

    Lalu saya pikirkan ini; jika seseorang turut serta dalam kampanye, atau ikutan pasang twibon, atau atribut lain yang menyatakan bahwa dia mendukung salah satu kandidat, apa sebenarnya yang terjadi?
    Saya melihat ada dua kemungkinan dari tindakan tersebut:
    1) Dia mengabaikan hak RAHASIA-nya dengan menunjukkan pilihannya. Dan memilih kandidat tersebut di dalam bilik suara.
    2) Bisa jadi, dia hanya seorang oportunis, yang ikut-ikutan acara kampanye dan menerima manfaat yang di dapat, tetapi di dalam bilik suara, dia tetap memilih yang sesuai dengan keinginannya sendiri (bisa jadi kandidat yang selama ini ditunjukkan menjadi pilihannya, atau kandidat yang lain).

    Tapi, hemat saya sih, LUBER itu konteksnya di dalam pelaksanaan pencoblosan.
    Dicoblos LANGSUNG oleh pemilih, tanpa diwakilkan.
    Boleh diikuti oleh UMUM, yaitu setiap warga negara yang memang berhak.
    Setiap warga negara, BEBAS menentukan pilihannya tanpa mendapat tekanan.
    Dan apa pun pilihannya, menjadi RAHASIA si pemilih.

    Lalu dua poin pemikiran saya di atas, menjadi tidak valid lagi 🙂

    • Menarik, Bang Nich sharing pemikirannya. Intinya sama, sekarang 2 poin azas Pemilu Bebas dan Rahasia tampaknya banyak yang melupakannya. Terimakasih untuk sharingnya. 🙂

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini