Pengadilan, mungkin sebagaian orang ketika baru mendengar kata ini akan bergidik atau bahkan acuh. Bergidik ketika mendengar kata pengadilan juga bisa berarti dua hal, bergidik karena ngeri jangan sampai masuk ke pengadilan karena kasus pelanggaran undang-undang dan yang kedua bergidik malas mendengar kata pengadilan karena tidak ada keadilan lagi di sana. Ya, akhir-akhir ini masyarakat di suguhi kenyataan bahwa ada drama di pengadilan. Drama yang sependek pengetahuan saya menjungkir balikkan fakta, yang benar jadi salah dan yang salah dapat tertawa bebas. Bahkan akibat drama tersebut muncul lakon “mafia peradilan”. Tingkat kepercayaan masyarakat ke lembaga untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah akhirnya luntur.
Namun malam ini saya mendapatkan sebuah cerita tentang sebuah drama di lembaga peradilan ini. Bukan cerita tentang proses peradilan Gayus Tambunan atau lagi proses peradilan Nazarudin yang melibatkan artis cantik yang kabarnya susah berkata jujur itu. Cerita ini hanyalah cerita proses peradilan kasus pencurian Singkong oleh seorang Nenek yang tengah mengalami kesusahan ekonomi yang harus berurusan dengan sebuah perusahaan besar yang menuntut pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan nenek tersebut. Namun meskipun masalahnya tak sebesar masalah Gayus atau Nazarudin, di cerita ini saya bisa melihat bahwa masih ada mutiara di tengah kubangan air keruh pengadilan tersebut. Lebih detailnya silahkan baca cerita berikut.
***
Di ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun seorang laki yang merupakan manajer dari PT yang memiliki perkebunan singkong tersebut tetap pada tuntutannya, dg alasan agar menjadi cnth bagi warga lainnya.
Hakim menghela nafas. dan berkata, “Maafkan saya, bu”, katanya sambil memandang nenek itu.
”Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU”.
Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Namun tiba-tiba hakim mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin yang berada di ruang sidang.
‘Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini, sebesar Rp 50 ribu, karena menetap di kota ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya.
“Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”
sebelum palu diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp 3,5 juta dan sebagian telah dibayarkan kepanitera pengadilan untuk membayar dendanya, setelah itu dia pulang dengan wajah penuh kebahagian dan haru dengan membawa sisa uang termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT yang menuntutnya.
Semoga di indonesia banyak hakim-hakim yang berhati mulia sepertii ini.
***
Cerita ini saya ambil dari Facebook seorang teman yang menshare ulang cerita dalam sebuah foto yang di upload di Profile Facebook Polres Sidoarjo. Ya ini adalah cerita nyata sebuah kasus yang terjadi di Kota Sidoarjo. Semoga kedepan di Negeri ini semakin banyak hakim seperti hakim yang ada di cerita di atas sehingga Kata Pengadilan tak lagi menjadi kata yang membuat orang bergidik bahkan acuh ketika mendengarnya.
Waduh gimana nie pemerintah, katanya orang miskin dibiayai pemerintah….
Saya sudah pernah baca ceritanya, tapi lupa dimana… hehehe
Salam kenal om 😀
Sempat beredar luas juga di FB. Ada yang curiga juga kalau ini hanya bualan belaka, tapi semoga saja masih ada hakim seperti itu.
saluuuut ma hakkimm tu,
4jempol wat beliau
ada kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan 🙁
Itu sumpah ya orang yg nuntut tadi gak punya hati ya? Errrrrr
Kasian banget neneknya yaaaa –“
semoga bisa menjadi kenyataan…
sesuai klarifikasi polres sidoarjo ke media, ini bukan cerita sungguhan, namun cerita yang dibuat untuk mengetuk hati nurani peradilan di indonesia..
cmiiw
Woo.. iya ta mas?? Matur suwun informasinya.. kalo ada link tentang klarifikasi tersebut, boleh dong di share di sini.. 😀
wah, ini cerita beneran ya?
Mudah2an kasus kaum awam tak terjadi lagi seperti kasus sendal jepit 🙁
Pas saya dapat ini pihak polres mengungkapkan bahwa ini cerita beneran mas. Cuman kok semakin hari ada kabar bahwa ini cuma karangan saja.. Jadi saya bingung.. hehe..
terharu baca kisahnya
Hakimnya baik ya..
Subhanallah, masih ada hakim yang benar2 hakim yang adil seperti itu … :’)
dan semoga semakin banyak hakim adil seperti itu 🙂
Iya mbak, dan ini di Sidoarjo loh.. Aku dapat infonya dari teman.. Hehe..